Selasa, 20 Januari 2015

Membuat Jurnal Retur Penjualan Dengan PPN


Ditulisan ini saya akan bahas khusus cara membuat jurnal retur penjualan dengan PPN—untuk perusahaan yang sudah berstatus PKP.
Perlakuan akuntansinya sama saja, hanya saja menjadi sedikit lebih rumit karena adanya unsur PPN dalam penjualannya.

Contoh Kasus Retur Penjualan Dengan PPN

PT. JAK sudah berstatus PKP. Tanggal 23 September 2011 PT. JAK menjual 10 unit komputer kepada PT. ABC yang juga berstatus PKP seharga Rp 5,000,000 per unit dengan termin pembayaran kredit 30 hari setelah penyerahan. Harga Pokok Penjualan (HPP) 1 unit komputer adalah Rp 4,000,000. Atas transaksi penjualan tersebut dijurnal:
Saat penjualan (23-September-2011):
[Debit]. Piutang Dagang – PT. ABC = Rp 55,000,000
[Kredit]. Penjualan – 10 Unit Komputer = Rp 50,000,000
[Kredit]. Utang PPN = Rp 5,000,000
(Penjualan = 10 x 5,000,000 = 50,000,000. PPN = 10% x 50,000,000 = 5,000,000)
Dan;
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 40,000,000
[Kredit]. Persediaan  – 10 Unit Komputer = Rp 40,000,000
(HPP = 10 x 4,000,000 = Rp 40,000,000)

Saat Membayar PPN (8 Oktober 2011):
[Debit]. Utang PPN = Rp 5,000,000
[Kredit]. Kas = Rp 5,000,000

Karena suatu dan lain hal, tanggal 11 Oktober 2011 terjadi retur—atas persetujuan PT. JAK, PT. ABC mengembalikan 3 unit komputer. Atas PPN yang sudah terlanjur dipotong dan disetorkan, dapat dikreditkan pada laporan PPN di masa PPN berikutnya. Dengan catatan, dapat menunjuk  nomor invoice (nota tagihan) dan No seri Faktur pajak keluarannya. Sehingga untuk retur penjualan ini dicatat dengan jurnal:
Saat retur (11 Oktober 2011):
[Debit]. Retur Penjualan – 3 Unit Komputer = Rp 15,000,000
[Debit]. Utang PPN – Retur dari PT. ABC Inv#01, PFK #100.008.256 = Rp 1,500,000
[Kredit]. Piutang Dagang – PT. ABC = Rp 16,500,000

Perhatikan: setelah jurnal retur penjualan ini dimasukan, maka buku besar akun ‘Utang PPN’ menjadi bersaldo debit sebesar Rp 1,500,000, dan akan terhapus nanti di masa PPN berikutnya.
Katakanlah tanggal 20 Oktober 2011 PT. JAK menjual barang dagangan senilai Rp 100,000,000 kepada PT. XYZ, dengan Harga Pokok Penjualan Rp 90,000,000. Atas penjualan tersebut di jurnal:
Saat Penjualan (20-Oktober-2011):
[Debit]. Piutang Dagang – PT. XYZ = Rp 110,000,000
[Kredit]. Penjualan = Rp 100,000,000
[Kredit]. Utang PPN = Rp 10,000,000
Dan;
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 90,000,000
[Kredit]. Persediaan = Rp 90,000,000

Perhatikan lagi: Setelah jurnal penjualan dimasukkan, maka akun buku besar ‘Utang PPN’ akan menunjukkan angka:
Rp 10,000,000 – Di sisi Debit
Rp   1,500,000 – Di sisi Kredit (-)
Rp   8,500,000 – Saldo Utang PPN

Dengan demikian, maka ‘PPN Terutang’ PT. JAK menjadi sebesar Rp 8,500,000 saja. Sehingga saat pembayaran PPN (8 November 2011) di jurnal:
[Debit]. Utang PPN = Rp 8,500,000
[Kredit]. Kas = Rp 8,500,000

Setelah jurnal pembayaran PPN  di atas dimasukan, maka saldo akun ‘Utang PPN’ di buku besar menjadi nol, alias lunas.
http://jurnalakuntansikeuangan.com

Laporan Keuangan

Laporan Keuangan yang lengkap terdiri dari 4 macam laporan PLUS 1 Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu:
1. Laporan Posisi Keuangan (=Neraca), contohnya seperti di bawah ini (diadaptasi dari Bappepam):
Komponen Neraca Lengkap
2. Laporan Laba Rugi, contohnya seperti di bawah ini (diadaptasi dari Bappepam):
Komponen Laporan Laba Rugi Lengkap
3. Laporan Arus Kas, contoh seperti di bawah ini (diadaptasi dari Bappepam):
Komponen Laporan Arus Kas Lengkap
4. Laporan Perubahan Ekuitas, contoh seperti di bawah ini (diadaptasi dari Bappepam. Klik gambar untuk memperbesar):
Komponen Laporan Perubahan Ekuitas Lengkap
5. Catatan Atas Laporan Keuangan.
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing elemen (kelompok akun dan masing-masing akun). Dimulai dari Laporan Posisi Keuangan.

Laporan Posisi Keuangan

Seperti terlihat pada contoh di atas, Laporan Posisi Keungan yang dahulu pernah disebut “Neraca” terdiri dari 3 kelompok akun. Kelompok pertama adalah “ASET” (dahulu disebut aktiva). Kelompok kedua adalah “LIABILITAS” (dahulu disebut kewajiban). Dan kelompok ketiga adalah “EKUITAS.”
A. Kelompok ASET, terdiri dari 2 sub-kelompok, yakni:
1. ASET LANCAR – Suatu Aset diklasifikasikan sebagai Aset lancar, jika Aset tersebut memenuhi salah satu dari kriteria berikut ini: (a) Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi; (b) Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal perusahaan; dan (c) Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal Laporan Posisi Keuangan. Sub-kelompok “Aset Lancar” terdiri dari bebarapa akun, yaitu:
a. Kas dan Setara Kas – Kas merupakan alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan Perusahaan. Sedangkan Setara Kas adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai. Instrumen yang dapat diklasifikasikan sebagai setara kas meliputi: (a) Deposito berjangka yang akan jatuh tempo dalam waktu 3 bulan atau kurang dari tanggal penempatannya serta tidak dijaminkan; (b) Instrumen pasar uang yang diperoleh dan akan dicairkan dalam jangka waktu tidak lebih dari 3 (tiga) bulan; Kas dan setara kas yang telah ditentukan penggunaanya atau yang tidak dapat digunakan secara bebas tidak diklasifikasi dalam kas dan setara kas.
b. Investasi Jangka Pendek – Akun ini merupakan bentuk investasi yang dimaksudkan untuk pemanfaatan dana perusahaan dalam jangka pendek. Investasi jangka pendek antara lain adalah deposito dan efek yang jatuh tempo atau pemilikannya dimaksudkan tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi Jangka Pendek dalam efek yang nilai wajarnya tersedia dapat berupa efek hutang (debt securities) dan efek ekuitas (equity securities) yang dapat digolongkan dalam 3 (tiga) kategori yaitu:
  • Diperdagangkan (trading) -Yang termasuk dalam kategori ini adalah efek yang dibeli dan dimiliki untuk menghasilkan keuntungan dari perbedaan harga jangka pendek. Efek untuk “Diperdagangkan” disajikan di Laporan Posisi Keuangan sebesar nilai wajar, dan keuntungan atau kerugian yang belum direalisasi diakui dalam Laporan Laba Rugi.
  • Dimiliki hingga jatuh tempo (held to maturity) – Kategori ini merupakan Aset keuangan dengan kepastian pembayaran dan kepastian tanggal jatuh tempo, dimana perusahaan bermaksud dan mampu memilikinya hingga jatuh tempo. Efek yang dimiliki hingga jatuh tempo disajikan di Laporan Posisi Keuangan sebesar biaya perolehan setelah diperhitungkan amortisasi premi atau diskonto. Perusahaan harus secara konsisten menggunakan metode amortisasi yang menghasilkan penyajian wajar dalam laporan keuangan.
  • Tersedia untuk dijual (available for sale) – Efek yang termasuk dalam kategori ini adalah efek yang tidak memenuhi kriteria “Diperdagangkan” atau “Dimiliki hingga jatuh tempo”. Efek ini disajikan sebesar nilai wajarnya. Sedangkan keuntungan/kerugian yang belum direalisasi diakui sebagai komponen ekuitas, sampai Efek tersebut dijual atau dilepas, dan pada saat tersebut keuntungan atau kerugian yang belum direalisasi diakui dalam Laporan Laba Rugi.

c. Wesel Tagih – Akun ini merupakan piutang usaha yang didukung janji tertulis. Wesel tagih disajikan terpisah antara pihak ketiga dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa apabila wesel tagih tersebut berkaitan dengan kegiatan normal perusahaan. Wesel Tagih disajikan sebesar jumlah yang dapat direalisasi, setelah memperhitungkan penyisihan porsi yang diperkirakan tidak dapat ditagih.
d. Piutang Usaha – Akun ini merupakan piutang yang berasal dari kegiatan normal perusahaan. Piutang usaha disajikan terpisah antara pihak ketiga dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Piutang ini disajikan sebesar jumlah yang dapat direalisasikan, setelah memperhitungkan penyisihan porsi yang diperkirakan tidak dapat ditagih.
e. Piutang Lain-lain – Akun ini tiada lain dari tagihan perusahaan pada pihak ketiga yang menurut sifat dan jenisnya tidak dapat dikelompokkan dalam akun-akun pada piutang jenis c dan d di atas. Piutang Lain-lain disajikan sebesar jumlah yang dapat direalisasi, setelah dikurangi penyisihan porsi yang diperkirakan tidak dapat ditagih.
f. Persediaan – Persediaan adalah Aset perusahaan yang: tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; dalam proses produksi; atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa; atau dalam perjalanan. Persediaan disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (the lower of cost or net realizable value).
g. Pajak Dibayar Dimuka – Akun ini bisa jadi berupa: (1) kelebihan pembayaran pajak (misalnya PPN masukan atau lebih bayar) yang akan ditagih kembali atau dikompensasikan terhadap liabilitas pajak masa berikutnya; atau (2) kelebihan jumlah PPh yang telah dibayar pada periode berjalan dan periode sebelumnya dari jumlah pajak yang terhutang untuk periode-periode tersebut (misal: PPh Pasal 25). “Aset Pajak Kini” harus dikompensasikan (offset) dengan “Liabilitas Pajak Kini” dan nilai bersihnya harus disajikan pada Laporan Posisi Keuangan.
h. Biaya Dibayar Dimuka – Akun ini merupakan biaya yang telah dibayar namun pembebanannya baru akan dilakukan pada periode yang akan datang, pada saat manfaat diterima, misal: premi asuransi dibayar di muka dan sewa dibayar di muka. Biaya dibayar dimuka disajikan sebesar nilai yang belum terealisasi.
i. Aset Lancar Lain-lain – Akun ini mencakup Aset lancar yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam point a hingga h di atas disajikan sebagai “aset lancar lain-lain”, termasuk pembayaran di muka untuk memperoleh barang/jasa yang akan digunakan dalam satu tahun buku. Aset lancar lain-lain disajikan sebesar nilai tercatat.
2. ASET TIDAK LANCAR – Masuk dalam sub-kelompok ini adalah semua Aset yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai Aset lancar. Sub-kelompok aset tidak lancar terdiri dari:
a. Piutang Hubungan Istimewa – Akun ini merupakan piutang yang timbul sebagai akibat dari transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, selain untuk akun yang telah ditentukan penyajiannya pada Kas dan Setara Kas, Investasi Jangka Pendek dan Piutang Usaha. Piutang Hubungan Istimewa disajikan sebesar jumlah yang dapat direalisasi.
b. Aset Pajak Tangguhan – Akun ini merupakan jumlah PPh yang diperkirakan akan terpulihkan pada periode mendatang. “Aset pajak tangguhan” bisa timbul karena 2 penyebab berikut. Penyebab pertama adalah adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Sedangkan penyebab kedua adalah berupa sisa kompensasi “kerugian konsekuensi pajak” dimana dari saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aset pajak tangguhan apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa yang akan datang memadai untuk dikompensasi. Aset pajak tangguhan disajikan sebesar jumlah yang dapat dipulihkan kembali. Aset Pajak Tangguhan harus dikompensasi (offset) dengan “Liabilitas Pajak Tangguhan,” dan nilai bersihnya disajikan pada Laporan Posisi Keuangan.
c. Investasi pada Perusahaan Asosiasi – Akun ini merupakan investasi pada perusahaan asosiasi yang dimaksudkan untuk dimiliki oleh perusahaan dalam jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi pada perusahaan asosiasi (=perusahaan memiliki 20% sampai dengan 50% bagian ekuitas perusahaan investee), harus disajikan menggunakan metode ekuitas sebesar biaya perolehan dan selanjutnya disesuaikan untuk bagian pemilikan perusahaan atas perubahan nilai buku perusahaan asosiasi.
d. Investasi Jangka Panjang Lain – Akun ini merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki oleh perusahaan dalam jangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi ini dapat berbentuk investasi dalam efek hutang dan efek ekuitas, investasi dalam properti dan investasi lainnya.
e. Aset Tetap – Aset tetap adalah “aset berwujud” yang diperoleh dalam bentuk siap pakai, baik melalui pembelian maupun dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam kegiatan usaha perusahaan serta tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Aset tetap dapat berupa:
  • Pemilikan Langsung – Akun ini merupakan aset tetap yang siap pakai, transaksinya telah selesai, dan menjadi hak perusahaan secara hokum, dicatat sebesar biaya perolehan.
  • Aset Sewa Guna Usaha – Akun ini merupakan Aset tetap yang diperoleh melalui transaksi sewa guna usaha yang memenuhi kriteria “capital lease.” Aset sewa guna usaha dicatat sebesar nilai tunai (present value) dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa.
  • Aset dalam Penyelesaian – Akun ini merupakan Aset yang masih dalam proses pembangunan dan belum siap untuk digunakan, serta dimaksudkan untuk dipergunakan oleh perusahaan dalam kegiatan usahanya. Aset ini dicatat sebesar biaya yang telah dikeluarkan. Dalam hal proses pembangunan Aset tersebut terhenti dan tidak mungkin dilanjutkan, maka harus dikeluarkan dari komponen Aset tetap.
Catatan: Aset tetap disajikan sebesar biaya perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. Tanah pada umumnya tidak disusutkan, KECUALI: kondisi kualitas tanah tidak lagi digunakan dalam operasi utama perusahaan ATAU prediksi manajemen atau kepastian bahwa perpanjangan atau pembaharuan hak kemungkinan besar atau pasti tidak diperoleh. Biaya perolehan Aset tetap harus memperhitungkan hal-hal sebagai berikut (jika ada): biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan atau konstruksi Aset tetap yang memenuhi syarat untuk dikapitalisasi, penurunan dan pemulihan kembali nilai aset tetap, serta penilaian kembali (revaluasi), sekalilagi BILA ADA.
f. Aset Tidak Berwujud – Akun ini merupakan Aset non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak memiliki wujud fisik, serta dimiliki untuk: digunakan dalam menghasilkan dan/atau menyerahkan barang/jasa, untuk disewakan kepada pihak lainnya, untuk tujuan administratif. Akun ini antara lain terdiri dari hak paten, merek dagang, goodwill, dan biaya pengembangan. Aset Tidak Berwujud disajikan sebesar nilai tercatat, yaitu biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi amortisasi dan akumulasi rugi penurunan nilai Aset tidak berwujud setelah revaluasi.
g. Aset Lain-lain – Akun-akun yang tidak dapat digolongkan dalam kelompok Aset tetap, Aset lancar, investas maupun Aset tidak berwujud, disajikan dalam kelompok “Aset Lain-lain”. Akun ini antara lain mencakup: aset tetap yang tidak digunakan lagi, aset dari segmen usaha yang telah diputuskan oleh manajemen untuk dihentikan atau akan dijual, atau beban tangguhan (misal: biaya yang timbul untuk pengurusan legal tanah dan biaya perluasan usaha). Aset lain-lain disajikan sebesar nilai tercatat, yaitu biaya perolehan setelah dikurangi dengan amortisasi dan penurunan nilai (jika ada).

B. Kelompok LIABILITAS, terdiri dari 2 sub-kelompok, yaitu:
1. LIABILITAS JANGKA PENDEK – Suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai “liabilitas jangka pendek” jika diperkirakan akan diselesaikan (dilunasi) dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal Laporan Posisi Keuangan. Akun-akun yang masuk ke dalam sub-kelompok LIABILITAS JANGKA PENDEK antara lain:
a. Pinjaman Jangka Pendek – Akun ini merupakan liabilitas perusahaan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya. Bunga yang telah jatuh tempo disajikan sebagai Hutang Bunga.
b. Wesel Bayar – Akun ini merupakan hutang usaha pada pihak ketiga yang didukung janji tertulis untuk membayar dalam jangka waktu kurang dari 12 bulan dari tanggal Laporan Posisi Keuangan atau satu siklus operasi normal perusahaan (mana yang lebih lama).
c. Hutang Usaha – Akun ini merupakan liabilitas yang timbul dalam rangka kegiatan normal operasi Perusahaan, baik liabilitas kepada pihak ketiga maupun pihak yang memiliki hubungan istimewa.
d. Hutang Pajak – Akun Hutang Pajak dapat berupa: liabilitas pajak perusahaan dan pajak lainnya yang belum dibayar, liabilitas pajak kini (jumlah Pph terutang atas penghasilan kena pajak pada periode berjalan). “Liabilitas Pajak Kini” harus dikompensasi (offset) dengan “Aset Pajak Kini” dan nilai bersihnya disajikan pada Laporan Posisi Keuangan.
e. Beban Masih Harus Dibayar – Akun ini merupakan beban yang telah menjadi liabilitas perusahaan namun belum jatuh tempo.
f. Pendapatan Diterima Dimuka – Akun ini merupakan penerimaan pembayaran dari pelanggan yang belum dapat diakui sebagai pendapatan karena penyerahan jasa belum diselesaikan.
g. Bagian Liabilitas Jangka Panjang yang Jatuh Tempo dalam Waktu Satu Tahun – Akun ini merupakan bagian liabilitas jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal Laporan Posisi Keuangan. Akun ini disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan dengan cara merinci jenis liabilitas jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun (misal: Pinjaman Jangka Panjang, Hutang Sewa Guna Usaha, Hutang Obligasi).
h. Liabilitas jangka pendek Lain-Lain – Akun ini merupakan liabilitas jangka pendek yang tidak dapat diklasifikasikan dalam akun-akun liabilitas jangka pendek di atas.
2. LIABILITAS JANGKA PANJANG – Semua liabilitas lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka pendek merupakan LIABILITAS JANGKA PANJANG. Masuk ke dalam sub-kelompok ini adalah akun:
a. Hutang Hubungan Istimewa – Akun ini merupakan hutang yang timbul dari transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa, selain untuk akun hutang usaha yang telah ditentukan penyajiannya.
b. Liabilitas Pajak Tangguhan – Akun ini merupakan jumlah PPh terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. “Liabilitas Pajak Tangguhan” harus dikompensasi (offset) dengan “Aset Pajak Tangguhan” dan nilai bersihnya disajikan pada Laporan Posisi Keuangan.
c. Pinjaman Jangka Panjang – Akun ini merupakan liabilitas perusahaan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya yang jatuh tempo dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.
d. Hutang Sewa Guna Usaha – Akun ini merupakan liabilitas perusahaan kepada perusahaan sewa guna usaha (leasing company) sehubungan dengan perolehan aset perusahaan. Hutang Sewa Guna Usaha disajikan sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dikurangi angsuran pokok.
e. Keuntungan Tangguhan Aset Dijual dan Disewa Guna Usaha Kembali – Jika perusahaan melakukan penjualan dan penyewagunausahaan kembali (istilahnya “sales and lease-back”), maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah, yaitu: (1) transaksi penjualan; dan (2) transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aset yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan ini harus diamortisasi.
f. Hutang Obligasi – Akun ini merupakan liabilitas perusahaan kepada pemegang obligasi sehubungan dengan penerbitan obligasi perusahaan. Hutang obligasi disajikan sebesar nilai nominal setelah memperhitungkan amortisasi premium atau diskonto.
g. Liabilitas jangka panjang Lainnya – Akun ini mencakup liabilitas jangka panjang yang tidak dapat dikelompokkan dalam butir a sampai dengan f di atas. Liabilitas jangka panjang Lainnya di dalam Laporan Posisi Keuangan disesuaikan dengan urutan jatuh temponya.
h. Hutang Subordinasi – Akun ini merupakan pinjaman yang diperoleh berdasarkan suatu perjanjian subordinasi, dengan ketentuan pinjaman tersebut baru dapat dibayar kembali apabila perusahaan telah melunasi seluruh liabilitasnya atau liabilitas tertentu.

C. Kelompok EKUITAS, umumnya terdiri akun-akun sebagai berikut:
1. Modal Saham – Pada akun ini disajikan nilai nominal untuk setiap jenis saham. Disamping itu, pada akun ini disajikan:
a. Modal Dasar, yakni jumlah saham untuk setiap jenis saham sesuai dengan anggaran dasar perusahaan.
b. Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh, yakni jumlah dari bagian dari modal dasar yang telah ditempatkan dan disetor penuh untuk tiap jenis saham.
2. Tambahan Modal Disetor Bersih – Tambahan Modal Disetor disajikan pada Laporan Posisi Keuangan dengan menjumlahkan akun-akun berikut ini:
a. Agio Saham – Akun ini merupakan kelebihan setoran pemegang saham di atas nilai nominal
b. Biaya Emisi Efek Ekuitas – Akun ini merupakan biaya yang berkaitan dengan penerbitan efek ekuitas perusahaan (mencakup fee dan komisi yang dibayarkan kepada penjamin emisi, lembaga dan profesi penunjang pasar modal, serta biaya pencetakan dokumen pernyataan pendaftaran, biaya pencatatan efek ekuitas di bursa efek, dan biaya promosi).
c. Selisih Modal dari Perolehan Kembali Saham – Akun ini merupakan selisih antara jumlah yang dibayarkan pada saat perolehan kembali saham dengan (1) jumlah yang diterima pada saat pengeluaran saham jika menggunakan cost method; atau (2) nilai nominal jika menggunakan par value method
d. Selisih Kurs atas Modal yang Disetor – Akun ini merupakan selisih kurs mata uang asing yang timbul sehubungan dengan transaksi modal.
e. Modal Sumbangan – Akun ini merupakan modal yang berasal dari sumbangan yang diperoleh perusahaan dari pemerintah, pemegang saham dan atau pihak lain;
f. Modal Disetor Lainnya – Akun ini antara lain terdiri dari: (1) setoran modal yang belum dapat dibukukan sebagai modal disetor penuh karena masih menungggu pengesahan peningkatan modal dasar dari instansi yang berwenang; (2) nilai waran pisah (detachable warrants) yang belum dan tidak dilaksanakan; dan (3) selisih kurs atas penjabaran laporan keuangan
3. Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Perusahaan Asosiasi – Akun ini merupakan perbedaan antara nilai investasi perusahaan pada perusahaan asosiasi sebagai akibat adanya perubahan ekuitas perusahaan asosiasi yang bukan berasal dari transaksi antara perusahaan dengan perusahaan asosiasi tersebut.
4. Keuntungan atau Kerugian yang belum Direalisasi dari Efek yang Tersedia untuk Dijual – Akun ini merupakan keuntungan atau kerugian yang belum direalisasi dari efek ekuitas dan efek hutang yang tersedia untuk dijual.
5. Selisih Penilaian Kembali Aset Tetap – Akun ini merupakan tambahan nilai Aset tetap sebagai hasil penilaian kembali sesuai ketentuan Pemerintah, setelah memperhitungkan pajak yang terkait. Akun ini disajikan apabila perusahaan memilih untuk membukukan hasil penilaian kembali Aset tetap.
6. Waran – Akun ini merupakan nilai efek yang diterbitkan perusahaan yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memesan saham perusahaan pada harga dan periode waktu tertentu.
7. Opsi Saham – Akun ini merupakan nilai efek yang menjadi basis kompensasi pemerian saham kepada karyawan perusahaan.
8. Saldo Laba – Akun ini merupakan akumulasi hasil usaha periodik setelah memperhitungkan pembagian dividen dan koreksi laba rugi periode lalu. Dalam hal dilakukan kuasi reorganisasi, jumlah saldo laba negatif (defisit) yang dieliminasi harus disajikan selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun kuasi reorganisasi dilakukan.
9. Modal Saham yang Diperoleh Kembali – Akun ini merupakan nilai saham perusahaan yang diperoleh kembali dan disajikan sebagai berikut: (1) Pengurang ekuitas jika menggunakan cost method. (2) Pengurang modal saham jika menggunakan par value method.

Laporan Laba Rugi

Komponen utama Laporan Laba Rugi terdiri dari:
1. Pendapatan Usaha – Akun ini merupakan pendapatan yang berasal dari penjualan produk utama perusahaan. Pendapatan usaha disajikan bersih setelah dikurangi potongan penjualan, retur penjualan dan lain-lain.
2. Beban Pokok Penjualan – Akun ini merupakan nilai tercatat dari persediaan yang dijual.
3. Laba/Rugi Kotor – Akun ini merupakan selisih antara Pendapatan Usaha dengan Beban Pokok Penjualan.
4. Beban Usaha – Akun ini merupakan beban kegiatan utama perusahaan yang dilaporkan dalam dua kategori yaitu: (a) Beban penjualan; dan (b) Beban umum dan administrasi.
5. Laba/Rugi Usaha – Akun ini merupakan selisih antara Pendapatan Usaha dengan Beban Usaha.
6. Penghasilan/Beban Lain-lain – Akun ini merupakan penghasilan/beban yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kegiatan usaha utama perusahaan. Penghasilan/beban lain-lain disajikan dengan cara merinci penghasilan (beban) lain-lain, setidak-tidaknya meliputi: bagian laba/rugi perusahaan asosiasi, penghasilan bunga, beban bunga, laba/rugi kurs, dll
7. Bagian Laba/Rugi Perusahaan Asosiasi – Akun ini merupakan laba atau rugi perusahaan asosiasi pada periode berjalan yang diakui oleh perusahaan sesuai dengan persentase pemilikannya. Akun ini disajikan tersendiri jika nilainya material. Jika tidak material maka disajikan sebagai bagian penghasilan/beban lain-lain.
8. Laba/Rugi Sebelum Pajak Penghasilan – Akun ini merupakan laba/rugi usaha setelah memperhitungkan “penghasilan/beban lain-lain dan porsi “laba/rugi perusahaan asosiasi.
9. Beban/Penghasilan Pajak – Akun ini merupakan jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yang diperhitungkan dalam perhitungan laba/rugi pada periode berjalan, antara pajak kini dantangguhan biasanya dipisah.
10. Laba/Rugi dari Aktivitas Normal Perusahaan – Akun ini merupakan laba/rugi setelah dikurangi dengan “beban/penghasilan pajak” di atas dan sebelum “akun-akun luar biasa” di bawah ini.
11. Pos Luar Biasa – Akun ini merupakan akun-akun yang berasal dari kejadian atau transaksi yang tidak biasa (unusual) dan tidak sering terjadi (infrequent). Akun luar biasa disajikan bersih setelah memperhitungkan pajak.
12. Laba/Rugi Bersih – Akun ini merupakan laba/rugi dari aktivitas perusahaan setelah memperhitungkan “beban/penghasilan pajak” dan “akun luar biasa” di atas.
13. Laba/Rugi Per Saham Dasar – Akun ini merupakan jumlah laba/rugi bersih yang tersedia bagi setiap saham biasa yang beredar selama periode pelaporan. Dalam hal perusahaan mencatatkan efeknya di bursa lain dalam bentuk Sertifikat Penitipan Efek (SPE), maka disajikan juga laba/rugi per SPE dasar.
14. Laba/Rugi Per Saham Dilusian – Akun ini merupakan jumlah laba/rugi pada suatu periode yang tersedia bagi setiap saham biasa yang beredar selama periode pelaporan dan saham biasa yang diasumsikan telah diterbitkan bagi semua efek berpotensi saham biasa yang bersifat dilutif yang beredar selama periode pelaporan. Jumlah saham biasa yang akan diterbitkan saat konversi efek berpotensi saham biasa ditentukan sesuai persyaratan efek berpotensi saham tersebut. Perhitungan ini mengasumsikan: nilai konversi atau harga pelaksanaan yang paling menguntungkan dari sudut pandang pemegang efek berpotensi saham biasa. Dalam hal perusahaan mencatatkan efeknya di bursa lain dalam bentuk Sertifikat Penitipan Efek (SPE), maka disajikan juga laba (rugi) per SPE dilusian.

Laporan Perubahan Ekuitas

Seperti nampak pada contoh di atas, laporan ini menyajikan:
1. Laba (rugi) bersih periode bersangkutan.
2. Setiap akun yang berdasarkan PSAK terkait diakui secara langsung dalam ekuitas. Contoh akun ini antara lain keuntungan/kerugian yang belum direalisasi dari efek tersedia untuk dijual.
3. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi atas kesalahan mendasar, yaitu berupa:
a. Efek Kumulatif atas Perubahan Kebijakan Akuntansi, yakni pengaruh kumulatif yang bersifat retrospektif terhadap laba rugi perusahaan sebagai akibat dari suatu perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan perusahaan.
b. Koreksi atas Kesalahan Mendasar, entah itu berupa kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, termasuk kecurangan (fraud) atau kelalaian.
4. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik
5. Saldo laba/rugi pada awal dan akhir periode, yang dibagi dalam:
a. Yang Telah Ditentukan Penggunaannya – Akun ini merupakan saldo laba yang ditentukan penggunaannya dan disajikan terpisah antara jumlah yang telah ditentukan penggunaannya oleh perusahaan dan yang diwajibkan oleh peraturan yang berlaku.
b. Yang Belum Ditentukan Penggunaannya – Akun ini merupakan saldo laba yang belum ditentukan penggunannya oleh perusahaan.
6. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal ditempatkan dan disetor penuh, tambahan modal disetor dan akun-akun ekuitas lainnya pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.

Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas menyajikan arus kas selama periode tertentu dan dikelompokkan menurut klasifikasi aktivitas sebagai berikut:
A. ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI – Arus Kas dari Aktivitas Operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar. Arus Kas dari Aktivitas Operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba (rugi) bersih. Arus Kas dari Aktivitas Operasi antara lain dapat berupa:
  • Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa.
  • Penerimaan kas dari royalti, fees, komisi dan pendapatan lain.
  • Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa.
  • Pembayaran kas kepada karyawan.
  • Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan kecuali jika dapat diidentifikasikan secara khusus sebagai bagian dari aktivitas pendanaan atau investasi.
  • Penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang diadakan untuk tujuan transaksi usaha dan perdagangan.
  • Bunga yang dibayarkan dan bunga serta dividen yang diterima, diklasifikasi sebagai arus kas operasi karena mempengaruhi laba (rugi) bersih.
  • Hasil penjualan atau jatuh tempo atas efek yang diperdagangkan dan kas yang dikeluarkan untuk pembelian efek yang diperdagangkan termasuk dalam aktivitas operasi.
  • Arus kas yang berkaitan dengan pajak penghasilan.
Catatan: Oleh regulator, perusahaan diwajibkan untuk menyajikan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan “metode langsung” (direct method).
B. ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI – Arus Kas dari Aktivitas Investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan. Arus Kas dari Aktivitas Investasi antara lain dapat berupa:
  • Pembayaran kas untuk membeli aset tetap, aset tak berwujud, dan sset jangka panjang lain, termasuk biaya pengembangan yang dikapitalisasi dan sset tetap yang dibangun sendiri.
  • Penerimaan kas dari penjualan tanah, bangunan dan peralatan, aset tidak berwujud, dan aset jangka panjang lain.
  • Perolehan saham atau instrumen keuangan perusahaan lain.
  • Uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain beserta pelunasannya.
  • Pembayaran kas sehubungan dengan futures contracts, forward contracts, option contracts dan swap contracts, KECUALI bila kontrak tersebut dilakukan untuk tujuan perdagangan atau apabila pembayaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan.
  • Hasil penjualan atau jatuh tempo atas efek yang tersedia untuk dijual dan efek yang dimiliki hingga jatuh tempo merupakan arus kas dari aktivitas investasi.
  • Kas yang dikeluarkan untuk pembelian efek yang tersedia untuk dijual dan efek yang dimiliki hingga jatuh tempo termasuk dalam aktivitas investasi.
C. ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN – Arus kas dari aktivitas pendanaan adalah arus kas yang timbul dari penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan transaksi pendanaan jangka panjang dengan kreditur dan pemegang saham perusahaan. Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan antara lain dapat berupa:
  • Penerimaan kas dari emisi saham atau instrumen modal lainnya.
  • Pembayaran kas kepada para pemegang saham untuk menarik atau menebus saham perusahaan.
  • Penerimaan kas dari emisi obligasi, pinjaman, wesel, hipotik, dan pinjaman lainnya.
  • Pelunasan pinjaman.
  • Dividen yang dibayar dapat diklasifikasikan sebagai arus kas pendanaan karena merupakan biaya perolehan sumber daya keuangan.
  • Pembayaran hutang sewa guna usaha.
Catatan: Pengungkapan Aktivitas yang Tidak Mempengaruhi Arus Kas
Transaksi investasi dan pendanaan yang tidak memerlukan penggunaan kas atau setara kas harus disajikan dalam kelompok AKTIVITAS YANG TIDAK MEMPENGARUHI ARUS KAS dalam Laporan Arus Kas. Selain itu, transaksi-transaksi ini (lihat pada contoh Laporan Arus Kas) mesti diungkapkan pada CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN, sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai aktivitas investasi dan pendanaan tersebut. Transaksi-transksi pendanaan yang dimaksud dapat berbentuk:
1. Perolehan aset secara kredit atau melalui sewa guna usaha (finance lease).
2. Akuisisi perusahaan melalui penerbitan saham.
3. Konversi hutang menjadi modal.
4. Kapitalisasi biaya pinjaman.
Karena keterbatasan ruang dan waktu, komponen “CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN” dengan terpaksa akan disampaikan di kesempatan lain. Yang pasti, komponen yang satu ini sangat vital. Seperti nampak pada contoh, setiap lembar “Laporan Posisi Keuangan” dan “Laporan Laba Rugi” disertai kolom “Catatan” sebelum kolom nilai (Rupiah) yang berupa kode indeks yang merujuk pada penjelasan mengenai angka yang tercantum dalam laporan.
Mudah-mudahan di kesempatan yang akan datang bisa ditampilkan. Untuk sementara, JAK pikir, contoh format Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas beserta penjelasan dari masing-masing komponen, sudah cukup. Mengenai perlakuan dari masing-masing akun, JAK sarankan untuk membaca PSAK.